Minggu, 24 Juli 2011

Buya Hamka

Ahmad  dahlan dan buya  hamka, perlu kiranya kita ulas pemikir besar islam seperti buya hamka sbg pembanding pemahaman keislaman dg “sok paham islam” kekinian. Tdk banyak muslim yg tau siapa buya hamka & perannya dlm perkembangan islam di Indonesia. Memang pemikiran hamka bukan untuk dikenang tapi diingat dan dipegang teguh. “Rasionalitas pun memiliki batas” kata hamka.Sama-sama dg “rasio” (kata mereka sih) tp knp beda dlm menilai islam dan konsep negara? hamka juga bukan orang yg radikal, cukup terbuka bahkan mengedepankan inklusifitas tp dinilai mengancam bagi demokrasi trpimpin soekarno.Karena hamka tau kpn berdiri tegak saat aqidah diinjak dan kapan harus berdiam diri agar agama tdk lg diinjak.Tanpa bertele-tele marilah kita mengenal ttg Buya hamka sbg pembanding batas bebas dan rasionalitas.

Haji Abdul Malik Karim Amrullah (atau lebih dikenal dg julukan hamka yakni singkatan namanya).hamka lahir tahun 1908 di desa kampung Molek, Meninjau, Sumatera Barat, dan meninggal di Jakarta 24 Juli 1981.hamka mnjalani hidupnya sbg sastrawan Indonesia, sekaligus ulama, dan aktivis politik. Kalau Buya yakni panggilan buat orang Minangkabau yg brasal dr kata abi, abuya dlm bhasa Arab yg brarti ayahku.
Ketika hamka berusia 10 tahun, ayahnya mndirikan Sumatera Thawalib di Padang Panjang. Di situ ia mmpelajari agama & mndalami bhsa Arab.Dlm dunia profesi, hamka memulai sbg guru agama hingga menjadi pegawai tinggi agama oleh menteri agama Indonesia (1960).Tetapi Soekarno menyuruhnya memilih antara mnjadi pegawai negeri atau brgiat dlm politik Majlis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi).Dalam organisasi #hamka aktif di Muhammadiyah, mulai awal berdiri dan pondasi perkembangan awal.Pada 1977 hamka menjadi ketua umum majelis ulama indonesia (MUI) tp tahun 1981 ia meletakkan jabatannya.hamka merasa nasehatnya tdk diperhatikan oleh pemerintah.Dalam karir politik dan dakwah, hamka mengalami dinamika yg luar biasa.Tahun 1960 Masyumi diharamkan oleh pemerintah Indonesia. Tahun 1964-1966 #hamka dipenjarakan oleh Soekarno krn dituduh pro-Malaysia.Dibalik jeruji besi yg hanya setinggi paha pria dewas ini, hamka diuji keimanan dan perjuangannya dlm dakwah Islam.Dan semasa ia membungkuk dibalik jeruji trsebut hamka menulis Tafsir al-Azhar yg mrpkn karya ilmiah terbesarnya. Dibalik siksaan penjara hamka malah melahirkan suatu maha-karya yg luar biasa.Selain aktif dalam soal keagamaan dan politik, hamka merupakan seorang wartawan, penulis, editor dan penerbit. Muslim –> multi talent.Buya hamka adalah seorang ulama yang memiliki ‘izzah, tegas dalam aqidah dan toleran dalam masalah khilafiyah.hamka selalu menekankan tentang ukhuwah Islamiyah, menghindari perpacahan dan mengedepankan urusan kaum muslim.hamka adalah sosok cendekiawan Indonesia yang memiliki pemikiran membumi dan bervisi masa depan.hamka mewakili sosok kepribadian yang cemerlang dan pemikiran yg gemilang. Keterbukaan akan zaman tdk mmbuatnya merusak aqidah agama.Pemikiran Buya hamka relevan di tengah-tengah masalah keberagamaan bangsa dan pasang surut di tengah konflik dan kekerasan.Keberagamaan yang tidak kontekstual dan hanya sebatas substansi, ada yg sempit dan ada pula yg memasukkan poin liberalisasi. Kehidupan beragama sprti inilah yg mnjadi fakta masyarakat. Kekerasan dan konflik kerap dipicu oleh sentimen semata. Sentimen yg dibangun melalui “sempitnya” cara memandang hidup dan kehidupan. Pluralitas (bukan pluralisme) adalah kenyataan kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara. Dalam konteks ini (pluralitas) dibutuhkan pemikiran yang bisa mengayomi semua dimensi kehidupan. Buya hamka sbg intelektual yang mencintai keadilan dan memandang perbedaan sebagai suatu kenyataan hidup. Inilah pluralitas.
Ketegaran & ketangguhan cendekiawan sprti hamka inilah yg semakin jarang ditemui di tengah dunia yg instan, pragmatis & simplifikatif.hamka berani melawan kekuasaan yang zalim sehingga ia dipenjara berkali-kali. Memperjuangkan apa yg patut diperjuangkan.Keberaniannya ditegakkan atas nama kebenaran dan pembelaan atas ketidakadilan bukan semata kebebasan (homoseks, dll). Adapun keimanan bersifat membantu mendorong tumbuhnya semangat penghargaan ini. Apapun jenis keimanan ini sifatnya lebih “individualistik” maka jangan disama ratakan atau semua agama sama atau semua agama benar.Yg demikian diharapkan memberikan semangat untuk lebih arif terhadap realitas sosial yang ada. Bukan malah merusak agama sendiri. Keimanan bukan untuk melahirkan permusuhan, melainkan untuk meretas persaudaraan setiap saat. Perbedaan bukan jalan menuju peperangan, melainkan jalan menuju kedamaian yang sesungguhnya dlm brkehidupan. Dan tentunya tanpa harus mencampur adukan ajaran atau aqidah didalamnya. Krn semuanya beda maka jgn disamakan. Titik tekan hamka ialah memposisikan muslim yg bukan hanya berarti bagi muslim lain saja, tp smua umat manusia (pluralitas).Yang msh mengedepankan cara berpikir ”segolongan” seharusnya lebih banyak menimba pemikiran Buya Dengan keterbukaan, hamka tdk juga membenarkan atau menerapkan hermeneutika yg mana dlm tafsir sdh ada ahlinya, menurutnya.
Akal itu letak seharusnya dibalut oleh iman, bukan malah sebaliknya dan justru yg demikian ini yg merusak / mengkaburkan dakwah. Karir hamka di politik jg mnunjukkan bhwa Islam brturut aktif dlm bernegara, bukan malah sebaliknya sprti para liberalis gaungkan.Al-Qur’an adalah sumber utama dan fundamental bagi agama Islam, ia di samping berfungsi sebagai petunjuk (hudan) Al Qur’an memuat ayat-ayat yang menjadi landasan etik moral dalam membangun sistem sosial politik. hamkahamka brusaha mnemukan, mngidentifikasi, dan menafsirkan prinsip-prinsip fundamental dr politik Islam sbgmn yg trkandung dlm Qur’an.hamka mmelihara betul antara naql dan akal, dirayah dengan riwayah dan tidak semata–mata mengutip atau menukil pendapat orang trdahulu.Salah arah betul kalau orang liberalis dg alasan kebebeasan malah menyodorkan konsep negara sekuler, hamka pun tdk demikian.Salah arah betul kalau liberalis dg alasan kebebeasan malah menyodorkan konsep hermeneutika krn hamka yg ahli tafsir pun tdk demikian.Bukanlah Qur’an dan Hadits yg perlu disesuaikan dg zaman, tapi iman dan wawasan kaum muslim-lah yg patut disesuaikan.
Pemikiran dan konsep dakwah-lah yg perlu disegarkan kembali, bukan malah menafsirkan Qur’an dg pandangan yg baru pula. hamka ialah pembanding yg pas bagi para “pengaku” cendekiawan. Dg alasan kebebasan dan inklusifisme.

***
Buku Buya tempo Doeloe



0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More